Minggu, 02 Mei 2010

Memulai Perjuangan

Hey yaw akhi ukhti pejuang-pejuang dakwah, bagaimana perjuangan-perjuangan antum...
Apakah sudah menemui kesulitan, atau bahkan sama sekali tidak mengalami kesulitan?? Wah.. itu harus dipertanyakan perjuangannya. Karena seharusnya kesulitan itulah yang dapat dijadikan tingkatan totalitas kita dalam dakwah, karena apa, karena semakin kuat perjuangan kita, semakin banyak halangan dalam dakwah, semakin banyak orang yang terkondisikan maka semakin banyak pula orang yang tak senang dengan dakwah ini. Tidak akan pernah putus permusuhan orang-orang kafir terhadap perjuangan ini, jadi teruslah bersiap-siaga.

Lalu apakah yang harus disiapkan dalam dakwah ini. Tentu saja akidah diri kita sendiri. Seluruh umat muslim pasti diuji, dan yang akan terus diuji adalah akidah kita. Weitz, tapi tenang, Alloh tidak akan menguji ahmbanya diluar batas kemampuannya, so.. mari kita siapkan akidah kita.. dan apakah yang dibutuhkan:
1. Kerjakan rukun islam dan "resapi maknanya"... Dengan begitu kita akan semakin dekat dengan Alloh, nah disitulah intinya. Semakin kita mendekatkan diri kepada Alloh (Ma'rifatullah) semakin kita akan merasakan akidah kita, semakin kita akan merasakan cinta-Nya. Begitu pula dengan iman.
2. Seringlah mengkaji ilmu agama, karena ilmu berpusat di ilmu agama. Hal ini juga membutuhkan keyakinan kita akan islam. Andaikan iman kita masih goyah, bukan tidak mungkin karena ilmu pengetahuan yang makin berkembang kita malah meyakini bahwa semua ilmu itu berdiri sendiri. Seharusnya kita mengkaji ilmu agama terlebih dahulu agar kita mempunyai poors pemikiran yang haq dalam menghadapi atau menyelami ilmu pengetahuan.

Kemudian kita juga harus masuk dalam pergerakan. Bukan berarti kita tidak bisa berdakwah sendiri, namun bukankah 2 lebih baik daripada 1, dan 3 lebih baik daripada 2, oleh sebab itu kita juga harus masuk dalam pergerakan dakwah. Sudah begitu, dalam pergerakan dakwah pastinya sudah mempunyai sistem dan target sehingga dalam berjuang akan lebih teratur. Dan semua itu pasti butuh pendidikan atau pembelajaran disamping berjuang. Seperti halnya di dakwah sekolah yang sestematis, dll.

Kita bisa berkaca dari Rasulullah SAW.. meskipun tidak disebutkan bahwa ada sekolah pendidikan agama atau yang lainnya, namun secara sistematis Rasulullah SAW tetap memberikan pendidikan, mengumpulkan sahabat dalam kelompok-kelompok, kemudian membagi ilmunya di kelompok itu, dan tentunya mengalir kebawah seperti aliran air...

Yah.. itulah "strategi" yang bisa kita pakai dalam pejuangan kita.. Dan jangan lupa! Kita harus selalu berkaca dari sejarah.. Pelajari dan ambil hikmah dari perjuangan orang-orang terdahulu dan aktualisasikan dengan perjuangan kita sekarang... KEMENANGAN ISLAM ADA DI TANGAN KITA!! Hasil itu masalah terakhir, yang terpenting bagaimana kita terus berusaha dan berlomba-lomba dalam kebaikan...

Rasulullah SAW bersabda "Hendaklah kalian selalu melakukan kebenaran karena kebenaran akan menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke surga. Jika seseorang selalu berbuat benar dan bersungguh dengan kebenaran ia akan ditulis di sisi Alloh sebagai orang yang sangat benar. Jauhkanlah dirimu dari bohong karena bohong akan menuntun kepada kedurhakaan dan durhaka itu menuntun ke neraka. Jika seseorang selalu bohong dan bersungguh-sungguh dalam kebohongan ia akan ditulis di sisi Allloh sebagai orang yang sangat pembohong."

wallahu 'alam bishowab... TETAP BERJUANG dan ISTIQOMAH!!

KESEMPURNAAN KEHIDUPAN ADALAH DAKWAH

Mari kita berhenti sejenak… Kita tengok kembali sejarah kehadiran kita sebelum dilahirkan di muka bumi ini. Allah SWT. berfirman dalam Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Setelah itu, untuk memastikan kesetiaan Khalifah yang akan diutus-Nya, Dia pun mengambil kesaksian (perjanjian), yang dengan kesaksian ini kelak ia (manusia) tidak bisa mengingkari kelalaiannya yang menyimpang dari tujuan kehadirannya di muka bumi ini (sebagai Khalifah). Allah SWT. berfirman dalam Qur’an surat Al A’raaf ayat 172: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Namun, tidak semua manusia yang lahir ke permukaan bumi ini yang menepati janjinya kepada Penciptanya. Allah SWT. berfirman dalam Qur’an surat Al Ahzab 23: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).
Ketahuilah inti dari kekhalifahan itu diawali dengan “aqidah”, yang disimbolisasikan dengan “ibadah”, kemudian diaktualisasikan dengan “dakwah”. Menengok sejarah prinsip pembentukan pribadi seorang Nabi SAW. dimulai dengan mensucikan diri dalam “ketauhidan”, meningkatkan keimanan dalam “peribadahan”, dan menyempurnakan kehidupan dengan “seruan” (dakwah). Hal ini dapat kita simak dalam sejarah turunnya Qur’an yang diawali dengan perintah Iqro’ bismirobbikalladzii khalaq (tauhid) dalam QS Al ‘Alaq, dilanjutkan dengan Qumil laila illa qoliilaa (ibadah) dalam QS Al Muzammil, dan disempurnakan dengan Qum fa andzir (dakwah) dalam QS Al Mudatstsir. Jadi, inti atau puncak kesempurnaan dari agama ini adalah dakwah. Allah SWT berfirman dalam Qur’an surat Ali Imran 104: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Dan dengan dakwah itu ia akan menjadi sebaik-baik manusia yang membuktikan keimanannya pada Allah SWT., dengan dakwah di jalannya. Allah SWT berfirman dalam Qur’an surat Ali Imran 110: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…
Kita baru bisa dimasukkan dalam golongan umat yang terbaik jika kita telah menyempurnakan keislaman kita dengan dakwah. Menyampaikan, mengajarkan mengajak, dan memerintahkan yang makruf adalah dakwah. Begitu juga mencegah, menolak, memerangi, dan merubah yang munkar adalah dakwah. Dan dakwah itulah jalan para pejuang yang mulia dan terhormat.
Sedangkan dalam dakwah itu sendiri memiliki tahapan (mihwar) yang menjadi target dan ukuran pencapaian yang perlu dirumuskan dan dilalui. Karena dengan dakwah itu kita tidak ingin hanya melakukan sebuah perubahan atau pembangunan yang kecil, kita ingin membangun sebuah “Peradaban” yang mendunia. Yaitu Peradaban Islam yang menyemai seluruh kehendak-kehendak Allah (syari’at) dalam kehidupan kita sebagai individu, masyarakat, negara, dan dunia. Sebagai sebuah tugas kekhalifahan penciptaan manusia di muka bumi.
Tujuan dakwah yang begitu besar itu memang terlalu besar dari sekedar bayangan di otak kecil kita yang gentar memiliki cita-cita besar. Sehingga tidak mudah untuk mencapainya. Baik dalam takaran waktu yang lama maupun batasan wilayah begitu luas. Ia terlihat dan terasa begitu sulit. Maka, diperlukan tahapan untuk menyelesaikan pekerjaan besar ini. Dan itu haruslah dimulai dari hal yang kecil yang diperbesar sesuai takaran pencapaian yang mampu dikerjakan. Karena dakwah ini harus terus berjalan berkelanjutan tanpa terpatok pada ukuran batasan usia manusia yang pendek. Bisa jadi sepanjang kehidupan dakwah kita, satu tahapanpun belum mampu kita selesaikan. Namun, yakinlah bahwa semua akan terus berjalan, karena Islam adalah masa depan.
Dalam banyak riset dan pendapat, rumusan pekerjaan besar ini harus dilakukan dalam empat tahapan (akan dijelaskan berikutnya). Namun, tentu saja hal ini tidak lepas dari prinsip ta’rif, takwin, dan tanfizh. Dalam prinsip ini ada tujuh tahapan pembangunan peradaban di muka bumi ini, diawali dengan langkah pertama: pembentukan pribadi yang shaleh secara utuh. Langkah kedua: membentuk keluarga muslim dalam seluruh aspeknya. Langkah ketiga: membangun bangsa yang muslim dengan segala ciri khasnya. Langkah keempat: menegakkan pemerintahan muslim dengan segala keunikannya. Langkah kelima: bergabungnya seluruh tanah air Islam yang sudah dicabik-cabik penjajah ke dalam satu kesatuan pemerintahan Islam. Langkah keenam: berkibarnya bendera Islam di tatanan dunia internasional. Langkah ketujuh: penegasan sekali lagi bahwa Islam menawarkan dakwahnya ke seluruh manusia sebagai pengendali peradaban dunia (ustadziatul alam).
Sedangkan empat tahap (mihwar) pada penjelasan berikut ini adalah aplikasi penerapannya dalam sistem pergerakan yang tertata.
Tahap pertama adalah mihwar tanzhimi. Setelah membentuk pribadi muslim, kemudian mengumpulkan pribadi-pribadi muslim itu dalam satu pergerakan (harokah) yang terorganisir. Organisasi ini adalah tulang punggung dakwah. oleh karena itu, ia harus kuat memikul beban dalam waktu yang panjang. Maka harus diisi oleh orang orang yang memiliki kematangan kepribadian yang tangguh. Sebab, merekalah yang disebut sebagai pemimpin (khalifah) umat yang menjadi lokomotif dakwah.
Kedua, membangun basis sosial yang luas dan merata sebagai kekuatan pendukung dakwah. Inilah yang disebut sebagai mihwar sya’bi. Kalau tahapan pertama bersifat eksklusif, tahapan kedua bersifat inklusif. Kalau tanzhim dibentuk hanya dengan rekruitmen dan pengkaderan. Tahapan yang kedua ditambah dengan opini piblik dan pelayanan pada umat. Dengan demikian, maka barisan pendukung kebenaran akan menjadi luas dan kuat secara kuantitas.
Ketiga, membangun institusi yang mewadahi pekerjaan-pekerjaan dakwah dalam takaran yang lebih legal dan kuat secara strategis (politik). Tahapan ini disebut mihwar muassasi. Ia mengaktualisasikan dukungan dalam bentuk kekuatan yang lebih besar, legal, dan formal. Sehingga kejelasan target kerja dapat menyentuh ranah yang lebih luas, kuat dan yang paling penting diakui secara nasional maupun internasional. Kalau pada tahap kedua, kita hanya berusaha mensosialisasikan Islam di masyarakat, yang hal ini dilakukan dengan penguasaan horizontal. Tahap ketiga kita berusaha menegakkan kehendak Allah dengan kekuatan vertikal (pemerintahan). Sehingga kader-kader dakwah harus mampu mengisi struktur lembaga tinggi negara: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Selain itu, juga pada lembaga-lembaga ilmiah, ekonomi, sosial, dan militer.
Tahap keempat, akhirnya dakwah harus sampai pada tingkat institusi negara. Tahapan ini disebut sebagai mihwar daulah/ dauli. Sebab, institusi negara dibutuhkan dakwah untuk merealisasikan secara legal dan kuat seluruh kehendak Allah SWT. Namun, sekali lagi harus kita ingat, negara bukanlah tujuan, ia hanyalah sebuah sarana. Dengan negara, kita akan memiliki kekuatan yang terbesar dalam tatanan masyarakat untuk menyemai kehendak-kehendak Allah SWT. Sebab, kebenaran harus punya negara, karena kebatilanpun punya negara (kata Ibnu Qayyim).
Maka, sempurnalah tugas kekhalifahan kita diutus di muka bumi. Walaupun urusan hasil kerja kembali pada Allah. kita sudah berkontribusi semaksimal mungkin bertanggungjawab menyelesaikan amanah kita sebagai manusia. Wallahu ‘alam.

Makna Ukhuwah Islamiyah.

• Menurut Imam Hasan Al-Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.
Hakekat Ukhuwah Islamiyah
1. Nikmat Allah (QS. 3: 103)
2. Perumpamaan tali tasbih (QS. 43: 67)
3. Merupakan arahan Rabbani (QS. 8: 63)
4. Merupakan cermin kekuatan iman (QS. 49: 10)
Perbedaan Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Jahiliyah
Ukhuwah Islamiyah bersifat abadi dan universal karena berdasarkan aqidah dan syariat Islam. Ukhuwah Jahiliyah bersifat temporer (terbatas pada waktu dan tempat), yaitu ikatan selain ikatan aqidah (misal: ikatan keturunan [orang tua-anak], perkawinan, nasionalisme, kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi).
Dalam pembahasan topic ukhuwah (persaudaraan) Islamiyah ini, ana hendak bagi pembicaraan ana dalam tiga bagaian, yakni:
1. pentingnya (urgency) daripada ukhuwah Islamiyah,
2. pengaturan Ukhuwah Islamiyah dalam Al Qur’an dan As-Sunnah,
3. tahap-tahap pembentukan Ukhuwah Islamiyah.
Insya Allah, ana hendak mulai dengan subtopic yang pertama, yakni pentingnya ukhuwah Islamiyah. Sebagaimana yang Antum semua telah ketahui, problema umat Islam saat ini banyak sekali, baik di kalangan umat Islam sendiri maupun di dunia internasional, terutama setelah jatuhnya kekhalifahan Islam terakhir tahun 1924.
a. Di kalangan sendiri, umat Islam saat ini terpecah-pecah menjadi 55 (lebih), masing-masing bangga dengan negaranya. Sering-seringnya negara-negara Islam sendiri tidak damai satu dengan yang lain. Bahkan tidak jarang satu dengan yang lain terjadi perang karena masalah yang sepele, misalnya batas wilayah.
b. Umat Islam menjadi kehilangan satu leadership dan akibatnya sering ‘loyo’ dalam menghadapi musuh-musuh Islam. Lihat saja kasus pembantaian umat Islam di Palestina, Kasmir, Bosnia, Asia Tengah, India, dll.
c. Hubungan di antara orang-orang Islam sendiri sering terjadi tidak jelas, yakni seperti orang-orang biasa. Sering kita ini tidak memberikan hak daripada saudara kita se-Islam dengan semestinya. Akibatnya yah ikatannya lemah sekali, kalau ada untungnya ya berbaik-baikan, kalau nggak ada ngapain susah-susah mikirin “orang lain”. Seolah-olah tidak ada ikatan yang istimewa di antara orang-orang Islam.
d. dst. (masih banyak lagi problema umat Islam)
Coba renungkan ya Ikhwah/Akhwat sekalian. Kenapa umat Islam jatuh ke kondisi seburuk saat ini? Di sinilah letak pentingnya Ukhuwah Islamiyah. Banyak dari problem Umat Islam akan mudah sekali terpecahkan kalau kita benar-benar mampu memahami kaidah ukhuwah (persaudaraan) Islamiyah dan membina ukhuwah Islamiyah.
Allah Subhanahu wa ta’ala secara cantiknya menggambarkan hubungan antara sesama orang-orang yang beriman:

“Orang-orang yang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu, damaikanlah (perbaiki hubungan) antara kedua saudaramu itu, dan patuhlah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S. Al Hujuraat 10)
Dalam ayat ini Allah SWT mengkaitkan ukhuwah (persaudaraan) dengan iman, menunjukkan betapa pentingnya ma’na ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah dijadikan oleh Allah SWT sebagai salah satu dari tanda-tanda orang yang beriman.
Dalam shirah Rasulullah s.a.w., Antum dapat menghayati ma’na daripada ayat di atas; bagaimana Rasulullah s.a.w. mengimplementasikan perintah Allah ini dalam membina umat Islam saat itu. Segera setelah beliau hijrah dan sampai di Medinah, salah satu langkah yang paling awal yang beliau lakukan adalah mengikat persaudaraan antara orang-orang Muhajirin dan Anshor. Ikatan persaudaraan yang dibina oleh Rasulullah ini sedemikian kuatnya sehingga melebihi rasa persaudaraan di antara dua saudara kandung. Beliau juga memerintahkan dibangunnya Masjid, sebagai pusat bertemunya orang-orang yang beriman paling sedikit 5 kali sehari.
Dalam pembentukan Ukhuwah Islamiyah, ada tiga tahapan yang harus dilalui:
1. tahap ta’aaruf (saling mengenal),
2. tahap tafaahum (saling memahami),
3. tahap takaaful (saling mencukupi).
Mari kita tengok secara singkat 3 tahapan ini pada bagian selanjutnya.

Pada tahap “ta’aaruf”, ukhuwah mulai dirintis. Yakni, dua (atau lebih) ikhwah saling mengenal, dengan saling mengunkapkan latar-belakang masing-masing. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam hal ini:
“Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu mengenal satu sama lain. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah yang lebih bertaqwa. Sesungguhnya ALlah MahaTahu dan Mengerti.” (Q.S. Al Hujurat 13).
Dengan pengenalan ini maka kita mampu menghayati hakekat perbedaan-perbedaan (bangsa, kedudukan, status, ras, bahasa, dll.) di antara kita dan akhirnya mampu menerima perbedaan-perbedaan ini sebagai kehendak Allah agar kita bisa saling mengenal.
Pada tahap “tafaahum”, level ukhuwah adalah lebih tinggi lagi. Setelah kita mengenal latar-belakang Akh kita, maka selanjutnya kita perlu memahami diri Akh kita lebih detail lagi. Yakni sampai pada taraf mengenal dan memahami apa-apa yang disukai dan apa-apa yang dibenci oleh Akh kita, sehingga kita dapat bertindak sebaik-baiknya kepadanya. Yakni sampai pada taraf kita memahami kelebihan dan kelemahan Akh kita sehingga dapat bertindak demi untuk kebaikan Akh kita.
Pada tahap “takaaful”, disinilah level yang tertinggi. Setelah kita saling mengenal, kemudian saling memahami, akhirnya kita bisa saling mencukupi. Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada kita:
“….Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan pelanggaran hukum….” (Q.S. Al-Maidah 2).
Bagaimana kita melaksanakan perintah ALlah ini kalau kita tidak saling mengenal maupun satu sama lain? Jadi kedua tahapan ukhuwah merupakan pre-requisite untuk tahapan takaaful ini.
Dalam harakah Islamiyah, terbinanya ukhuwah Islamiyah berperan penting sekali demi keberhasilan da’wah. Imam Syahid Hasan Al Banna menjadikan ukhuwah Islamiyah ini sebagai salah satu dari 10 tiang bai’ah dalam organisasi da’wah yang beliau bina. Beberapa ungkapan beliau yang mungkin dapat kita kaji dalam membentuk ukhuwah Islamiyah adalah sebagai berikut:
v Kekuatan jama’ah, sebagaimana organisasi-organisasi secara umumnya, adalah terletak pada kekuatan ikatan para anggotanya.
v Tiada ikatan yang lebih kuat dalam hal ini selain ikatan “cinta” yang didasarkan pada aqidah Islam.
v Tingkatan daripada “ikatan cinta” ini yang paling lemah adalah kebersihan hati kita terhadap Akh kita (yakni dari segala macam penyakit hati, seperti buruk sangka, iri-dengki, congkak, tamak, dll.).
v Tingkatan yang paling tinggi daripada “ikatan cinta” ini adalah mendahulukan Akh kita dan kepentingannya sebelum kita dan kepentingan kita.
Akhirnya, ana hendak menutup uraian tentang ukhuwah Islamiyah ini dengan sekali lagi menguraikan betapa pentingnya ukhuwah Islamiyah ini bagi kita sendiri sebagai individu Muslim. Kita semua tahu kan agama Islam adalah agama Allah. Dan Allah telah menjanjikan kelanggengan Islam. Jadi, apa kita mau menjalin ukhuwah Islamiyah atau tidak, Islam akan tetap jaya dan da’wah Islam akan berjalan terus. Tetapi kita tidak bisa hidup tanpa ukhuwah Islamiyah. Ibaratnya sekelompok biri-biri di pinggir hutan. Seekor serigala hanya akan mampu menangkap seekor biri-biri yang terpencar dari kelompoknya.

Hal-hal yang menguatkan Ukhuwah Islamiyah:
1. Memberitahukan kecintaan pada yang kita cintai
2. Memohon dido’akan bila berpisah
3. Menunjukkan kegembiraan & senyuman bila berjumpa
4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim)
5. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan
6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu
7. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)
8. Memperhatikan saudaranya & membantu keperluannya
9. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya
Buah Ukhuwah Islamiyah
1. Merasakan lezatnya iman
2. Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi)
3. Mendapatkan tempat khusus di syurga (15:45-48)